Senin, 11 April 2016

Plagiarisme dan Golongan Terdidik

Hari ini saya nggak habis pikir ketika mendapati beberapa praktikan dari praktikum mata kuliah yang saya asisteni melakukan analisis penggunaan software yang tidak digunakan pada praktikum. Software itu sejatinya adalah software yang digunakan pada praktikum di modul yang sama di tahun lalu, terus gimana caranya software itu masuk ke bagian analisis pada praktikum yang jelas-jelas tidak menggunakan software tersebut?

Copy-paste master tanpa dilihat lagi pastinya (setelah melakukan "konfirmasi" kepada pelaku-red). Sekarang saya semakin berfikir, berarti praktikan-praktikan ini sebenarnya ngga melakukan analisis sama sekali terkait apa yang mereka lakukan kalau cuma copas tanpa dibaca lagi bahkan mereka ngga tau itu salah dimana jelas-jelas software-nya beda gitu. 

Jadi gimana ini? Kalau mahasiswa-mahasiwi dari salah satu institusi terbaik di negeri ini aja males mikir (baru juga analisis penggunaan software) terus siapa lagi yang mau disuruh mikirin negeri ini? Kalau agen-agen perubahan ini terus ngelakuin kebiasaan sejelek ini, siapa yang kalian suruh melakukan perubahan di negeri ini?

Makanya kalau ngerjain sesuatu jangan buka tab "File Master" di kiri terus asal copy-paste isinya ke laporan di tab kanannya, baca dulu kek terus tutup, baru tulis isi pemikiran kalian sendiri, jadi disini ada hasil PEMIKIRAN sendiri. Tidak salah kalau seorang komedian ternama berujar, "Bukan manusia namanya kalau kalian ngga mau mikir, Mikir!" -Cak Lontong-

Selasa, 04 Agustus 2015

Tidak Ada Pemain yang Lebih Besar Daripada Klub

Kalimat diatas merupakan satu dari beberapa ucapan terkenal milik Sir Alexander Chapman Ferguson, mantan pelatih Manchester United yang menukangi setan merah selama 26 tahun. Bukan sekedar kalimat melainkan juga pernyataan sikap atas apa yang Fergie selalu terapkan pada tim yang dibangunnya tersebut. Fergie selalu membangun tim dengan fondasi yang kuat, maka ketika satu pemain mulai merasa hebat dan lebih besar daripada dirinya atau bahkan klub itu sendiri, Fergie tidak akan segan untuk membuangnya seberapa hebatnya pemain tersebut.

David Beckham, Ruud van Nistelrooy, bahkan kapten tim tersukses sepanjang masa yaitu Roy Keane adalah beberapa pemain hebat yang merasakan sikap Fergie tersebut. Beckham yang merupakan produk asli akademi "Class of 92" dilego ke Real Madrid setelah bertingkah bak artis dan dirasa telah melebihi batas. RvN juga sama dilepas ke Real setelah "ngambek" karena tidak dimainkan pada Final Piala FA. Dan terakhir, Keane diusir oleh Fergie setelah memaki junior-nya melalui siaran langsung pada MUTV. Padahal ketiga pemain ini merupakan bagian integral dari tim yang menguasai Premier League diawal abad 21.

Tapi United bukan hebat karena satu-dua pemain saja, aspek taktikal dan kedisiplinan yang dibangun sejak awal oleh Fergie-lah kunci kesuksesannya dalam menguasai Premier League selama 26 tahun. Nomor punggung 7 yang ditinggalkan Beckham diwariskan Fergie pada bocah Portugal yang berasal dari Funchal dan peran Nistelrooy diambil alih oleh seorang fan Everton yang telah bergabung sebelum Ruudtje didepak. Cristiano Ronaldo dan Wayne Rooney menjadi bagian integral setan merah yang baru dan bermain dengan "United Way". Tidak lama United kembali menjadi tim yang menakutkan dengan menjuarai EPL 3 musim berturut dan menjadi juara Eropa dan Dunia. 


Berkaca dari sejarah diatas, kini fans MU tidak perlu cemas terkait isu kepindahan Angel di Maria dan David De Gea. Di Maria yang gagal pada musim perdana-nya meskipun menyandang gelar "Pemain Termahal Klub Sepanjang Masa" ketika ditransfer musim sebelumnya tidak kunjung hadir pada pra-musim MU. Bahkan pemain ini dikabarkan telah menjalani tes medis dengan raksasa Prancis, PSG alih-alih berjuang untuk tempat utama yang direbut oleh Ashley Young. Jadi dapat kita simpulkan seberapa hebatnya Di Maria dalam skill, dia bukanlah pemain yang lebih besar dari Ashley Young. Jadi buat apa takut untuk melepas seorang pemain gagal? 


Terakhir soal De Gea, tidak ada pemain besar dunia yang tidak akan terpikat oleh tawaran Real Madrid bahkan CR7 tahu itu. Jika memang De Gea sudah merasa lebih besar dari klub dan tidak mau menandatangi perpanjangan kontrak, maka apa gunanya mempertahankan hubungan yang sudah setengah hati? Tapi fans United tidak perlu gelisah karena van Gaal bahkan telah menyiapkan berbagai rencana cadangan mulai dari mendatangkan dua anak asuhnya secara gratis (Victor Valdes dan Sergio Romero), menyiapkan darah muda dari akademi (Sam Johnstone), atau bahkan membidik mantan pilihan pertamanya di Timnas Belanda (Jasper Cillesen). Pilihan yang manapun sebaiknya fans United tetap tenang karena "Tidak Ada Pemain yang Lebih Besar Daripada Klub itu Sendiri", pemain datang dan pergi tapi Manchester United tetap Manchester United.

Selasa, 28 Juli 2015

van Gaal Mau Apa?

Terlalu filosofis dan tidak mendengarkan perkataan orang lain. Bisa jadi kalimat tersebut sangatlah menggambarkan musim pertama Louis van Gaal dalam menangani iblis merah dalam gelaran musim kompetisi 2014/2015. Diawal masa kepemimpinannya van Gaal melulu menggunakan pakem 3-5-2 yang mengantarkan Belanda (yang dia asuh) menduduki peringkat 3 pada Piala Dunia 2014 Brazil. Ia bersikeras menggunakan formasi 3 bek bagi Manchester United yang sejatinya tidak terbiasa dengan pakem ini. Selain karena pelatih sebelumnya yaitu Sir Alex Ferguson sangat menyukai formasi 4 bek sejajar, taktik 3-5-2 sangat tidak lazim ditemui pada tim-tim Premier League yang mengandalkan pola permainan kick and rush.
(Louis van Gaal Pelatih Manchester United)
Jadi apa sebenarnya mau van Gaal? Van Gaal adalah tipe pelatih bertangan dingin yang kekeuh pada filosofinya. Hal ini cukup beralasan karena filosofinya ini sudah mengantarkannya mendapatkan berbagai gelar selama hidupnya. Tapi langsung menancapkan filosofi kuat di musim perdana dengan setan merah? Nanti dulu... Manchester United masih terlihat gamang dalam menggunakan taktik Total Footbal yang van Gaal inginkan di musim perdananya.
(van Gaal dan berbagai gelar yang telah diraih)
Total Football dan pendekatan Attacking Pressure adalah taktik bermain spektakuler yang dikembangkan di Belanda. Van Gaal merupakan generasi ketiga setelah Rinus Michel dan Johan Cruyff yang dinilai paling mampu menggambarkan fantasi tentang taktik indah ini. Taktik ini membutuhkan cara bermain yang extra fluid dimana hampir semua pemain (iya 11 pemain tidak terkecuali kiper) harus ikut ketika menyerang maupun bertahan. Ketika menyerang kiper akan berfungsi sebagai meevoetballende goalkeeper atau disebut juga ball-playing goalkeeper yang tidak hanya nyaman bermain didalam kotak penalty, namun juga bertanggung jawab menaikkan garis pertahanan hingga mendekati garis tengah ketika menyerang dan bertugas menyapu bola hasil serangan balik yang jatuh dibelakang pemain belakang. Kiper dalam fungsi Total Football dituntut untuk juga piawai dalam menggunakan kedua kakinya sama seperti pemain lapangan karena memiliki tugas dalam ikut serta membangun serangan balik yang cepat atau memulai serangan di awal.

Begitupun juga pemain lapangan, permainan total football menuntut pemain untuk memahami dan bisa bermain dalam posisi yang berbeda-beda. Bek akan ikut menyerang dan penyerang akan ikut bertahan. Jenis pemain seperti ini sangat susah ditemui pada era sepak bola modern kini karena pelatih terbiasa menggunakan formasi yang relatif sama dalam mengarungi Liga yang panjang, hasilnya pemain dituntut menjadi spesialis pada posisinya masing-masing.

Manchester United yang hancur pada musim sebelumnya dan ditinggalkan dua pilar utamanya di lini belakang (Vidic dan Rio) kedatangan berbagai amunisi anyar dengan harga mencapai 150 juta poundsterling dalam bentuk Herrera, Shaw, Falcao, dan pembelian termahal mereka sepanjang sejarah Angel di Maria. Tapi apa yang terjadi pada musim perdana van Gaal? MU hanya mampu mencapai target minimal yaitu posisi keempat di Premier League dan tersisih lebih awal di Carling Cup. Van Gaal menggunakan taktik yang berbeda-beda pada tiap pertandingan dan bahkan hampir menggunakan susunan bek yang berbeda. Bisa jadi hal ini dikarenakan badai cidera atau eksperimen yang memang van Gaal inginkan. Tapi apakah ini berarti van Gaal gagal? Nanti dulu...

Pertama kita bahas adalah badai cidera yang menimpa pemain MU secara bergantian pada musim lalu. 39 pemain MU bergantian mengalami cidera pada perhelatan Liga Premier musim lalu, terbanyak dibandingkan kontestan yang lain. Mengapa hal ini bisa terjadi? Permainan Total Football membutuhkan tuntutan fisik yang kuat untuk terus berlari dan mendominasi selama 90 menit permainan. Berat tentu saja dan akumulasi-nya pemain akan sangat kelelahan dalam mengarungi musim yang panjang, terlebih jika harus bermain di tengah pekan di kompetisi eropa. Van Gaal terlihat tengah menggenjot fisik pemain di musim perdananya sehingga badai cidera tak dapat terelakkan. Hasilnya pemain yang rentan seperti van Persie dan Di Maria, serta Falcao yang berjuang memulihkan diri dari cidera tidak dapat masuk kedalam skema van Gaal. Pemain bertipe fluid seperti Rooney, Valencia, dan Young atau Fellaini malah yang mendapatkan tempat utama. Rooney yang mampu bermain sebagai Striker atau Gelandang tengah dan Valencia serta Young yang dapat membuktikan dapat digunakan sebagai wing back ataupun sayap menyerang, karakter pemain seperti inilah yang dibutuhkan van Gaal.

Selanjutnya dari pembelian pemain, terlihat pemain yang benar-benar murni didatangkan atas permintaan van Gaal dimusim lalu adalah Daley Blind dan Marcos Rojo. Dua pemain ini sangat cocok dengan van Gaal karena bersifat versatile. Seperti yang telah saya bahas sebelumnya di artikel Daley Blind : Holding Midfielder yang dinanti akhirnya hadir, membeli Blind adalah layaknya membeli 3 orang pemain sekaligus karena ia piawai bermain pada posisi Bek Kiri, Bek sentral ataupun gelandang tengah. Pun dengan Rojo, pemain ini dapat digunakan di posisi bek kiri ataupun tengah. Dan terakhir di bursa transfer Januari van Gaal mendapatkan kiper yang sangat cocok dengan skema idamannya, Victor Valdes, kiper terbaik dengan tipe Ball-playing Goalkeeper yang mengantarkan Barcelona mendominasi dunia beberapa tahun silam secara gratis.

(Pembelian Manchester United Musim 2015/2016)
Kini di musim keduanya van Gaal kembali menghamburkan banyak uang untuk mendapatkan 5 pemain diantaranya Scweinsteiger, Darmian, Depay, Schneiderlin, dan Sergio Romero (Bukan Ramos). Terdapat beberapa kesamaan dari pemain yang didatangkan, ya, selain 4 pemain lapangan sama-sama piawai ditempatkan di berbagai sisi, 3 dari 5 pemain adalah mantan anak asuh van Gaal. Artinya 5 dari 8 pembelian van Gaal adalah mantan anak asuhnya. Valdes adalah mantan anak asuhnya ketika menukangi Barca, Bastian ketika ia memenangkan berbagai gelar di Munchen, Romero ketika ia mengantarkan AZ menjadi jawara Belanda dan Depay serta Blind mantan anak asuhnya di Tin Nasional Belanda. Mengapa van Gaal banyak merekrut mantan anak asuhnya? Sekali lagi filosofi. Sulit menanamkan filosofi secara mendalam terlebih hanya dalam waktu setahun lalu, mungkin hanya beberapa pemain inti di musim lalu saja yang mampu mengerti filosofi van Gaal seperti Roo, Carrick, Smalling, Young, dan Herrera. Maka merekrut mantan anak asuhnya adalah salah satu jalan pintas menuju Total Football.
(Rooney, Kapten sekaligus pemain yang paling menggambarkan filosofi van Gaal)
Sekarang apa mau van Gaal sudah jelas bukan? Pelatih ini memang memiliki visi yang jelas sehingga dalam 3 musi kontraknya di MU dia sangat berambisi dapat merengkuh trofi Premier League yang ia idamkan sembari menanamkan filosofi yang kuat di dalam kubu Setan Merah. Bukan tidak mungkin jika visi 3 tahun ini akan menjadikan MU kembali menjadi tim tangguh yang disegani semu tim dan memiliki filosofi kuat seperti Barca ketika menguasai dunia dengan Tiki-Taka. Ryan Giggs sebagai calon suksesornya pun bisa jadi memiliki beban yang lebih ringan untuk meneruskan buah racikan van Gaal ketimbang yang ia lakukan ketika meneruskan kapal oleng Moyes dua tahun silam. Salut Meneer!!

Senin, 11 Mei 2015

Di Dunia Paralel Alternatif, Moza akan Memilih untuk Menjadi....

     Belajar UAS Statistika II malam ini tiba-tiba berhenti ketika tiba-tiba nemu file Live Concert Fall Out Boy di Phoenix yang dulu dikasih bos Aam buat dipelajarin sebagai gambaran aksi panggung untuk mainin lagu "Sugar We're Going Down" di malam puncak Disguise. Terus pikiran liar muncul, Moza di dunia paralel yang lain mungkin akan memilih untuk tidak melanjutkan kuliah dan jadi pemain band?
     Aneh emang kedengerannya, tapi kalau kamu terlahir dari anak guru musik yang dari kelas 5 SD udah mulai belajar pegang alat-alat semacam keyboard, gitar, dan drum mungkin nggak. Setiap weekend atau pulang sekolah saya selalu nungguin mama pulang ngajar di sekolah musik, terus masuk ke studio band yang kosong kalo lagi nggak ada yang nyewa, utak - atik Keyboard atau mukulin drum. Alih - alih terima diajarin piano klasik atau biola seperti yang mama ajarin, saya dan adik - adik saya malah "membangkang" dan belajar alat - alat band dari temen-temen mama yang juga guru musik. Alhasil dulu waktu SMP kalo ditanya cita-cita saya jelas nggak akan jawab "Pingin jadi Industrial Engineer" tapi jadi pemain band.
     Tapi sayang, jalur sukses yang ada di mindset orang Indonesia membuat saya harus merelakan mimpi saya tersebut. Kedua orang tua pun juga berpikir sama, ya kalau mau sukses harus belajar yang bener, terus lanjut kuliah, jadi engineer biar bisa kerja sama orang dan jadi kaya. Padahal kalo saya nurutin passion saya, boleh jadi saya sekarang lagi berdiri diatas panggung sambil nyembur air keatas sekenanya macem Joe Trohman atau ngedrum telanjang dada cem Andy Hurley ketimbang belajar penggunaan non-parametric test buat ujian statistika II.


     Terus kalo udah jadi pemain drum professional, sukses itu apa? Wkwkwk, nggak ada mimpi terindah buat drummer selain main didepan pemain yang lain kyk gini :p (yang kecil didepan sendirian itu Andy Hurley mimpin lagu "Dance Dance" didepan pemain yang lain)


ps : kepada anak saya di masa depan, papa nggak akan maksa kamu untuk masuk ITB atau SMA favorit kok nak, kalau kamu mau jadi pemain band atau pemain bola sekalipun papa nggak akan larang kamu!

Rabu, 22 April 2015

Ashley Young : Der Raumdeuter

Jika ada pemain yang saat ini paling berbahagia di kubu Manchester United, bisa jadi orang itu adalah Ashley Young. Sempat diisukan akan hengkang karena dianggap tidak berguna dan cuma memiliki skill "terjatuh di kotak penalti walaupun hanya dengan sentuhan selembut bantal dari bulu angsa" kini Young resmi menjadi key player United di sisi sayap kiri. 


Diawal musim, Young tampil brilian kala mencetak dua gol ke gawang LA Galaxy meskipun ditahun sebelumnya bukanlah merupakan tahun terbaiknya, bahkan bisa dikatakan semusim bersama Moyes tersebut adalah yang terburuk. Dengan penampilan tersebut, Van Gaal (pelatih MU yang baru) mulai yakin bahwa Young dapat menjadi pelapis yang baik bagi Di Maria, bintang termahal yang dibeli oleh Van Gaal diawal musim. 

Kelakuan Van Gaal yang hobi mengganti-ganti posisi pemain membuat pemilik nomor punggung 18 ini sempat mengisi bagian kiri terluar pada skema 3-5-2 kesukaannya. Young didapuk pada posisi tersebut untuk melapisi Luke Shaw yang mengalami cidera. Namun lagi-lagi Young membuktikan kehebatannya dengan tampil baik dan torehan 1 assist sampai Januari.

Namun perubahan taktik Van Gaal menjadi 4-4-2 pada medio Februari menjadi berkah tersendiri baginya. Pemain tersebut seakan menjadi pemain yang paling mampu mengejawantahkan keinginan pelatih di lapangan untuk melakukan penguasaan bola sepanjang pertandingan, dan melakukan pass-pass-pass. Tah heran, pemain ini bahkan mampu membuat Angel di Maria duduk manis di bangku cadangan.



Puncaknya pada pertandingan derby melawan Manchester City. Bersama dengan Daley Blind ia bertubi-tubi menggempur pertahan City dan menusuk segala ruang kosong. Ia berperan sebagai Der Raumdeuter yang melihat setiap celah dan menjadi "Space Invader" pada pertandingan itu. Hasilnya? 1 gol penyeimbang kedudukan dan dua assist manis pada Marouane Fellaini dan Smalling.

Ashley Young yang bangkit kembali bak Phoenix turut menggambarkan posisi United saat ini, meskipun kalah 0-1 pada pertandingan terakhir melawan Chelsea, namun penguasaan bola 71% di Stamford Bridge cukup menggambarkan kedigdayaan United saat ini yang sempat hilang dibawah arahan Moyes. Hanya tinggal United perlu mencari seorang striker tajam yang dapat memaksimalkan berbagai umpan datar tajam Valencia dari sisi kiri dan umpan lambung akurat Young dari sisi kiri.

Sabtu, 28 Maret 2015

Beberapa Pelajaran penting yang didapat Minggu ini :

  1. Prioritas pertama untuk memilih diberikan kepada dia yang paling banyak dipilih
  2. Jangan panik kalau tugas datang bertubi-tubi, kerjakan satu persatu dengan fokus, kurangi waktu tidur dan main, semua tugas akan selesai dengan kualitas maksimal
  3. Manusia berencana, hujan yang menghentikan

Rabu, 11 Maret 2015

Bahagia Adalah...

Sesederhana bertahan melewati minggu ini dengan sebaik-baiknya dan mulai memberikan tanda (v) pada setiap list deadline yang dibuat minggu sebelumnya. Semuanya akhirnya terlewati juga kan?


Dan lagi, pelangi nggak muncul sebagai akibat dari hujan yang kecil.